Pengembangan UKM perlu mendapatkan
perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat
berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan
pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam
memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.[2]
Kondisi UKM di Indonesia Saat Ini
Sektor ekonomi UKM yang memiliki
proporsi unit usaha terbesar berdasarkan statistik UKM tahun 2004-2005
adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2)
Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4)
Pengangkutan dan Komunikasi; serta (5) Jasa ? Jasa.[3] Sedangkan sektor
ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut-turut
adalah sektor (1) Pertambangan dan Penggalian; (2) Bangunan; (3)
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; serta (4) Listrik, Gas dan Air
Bersih.[4] Secara kuantitas, UKM memang unggul, hal ini didasarkan pada
fakta bahwa sebagian besar usaha di Indonesia (lebih dari 99 %)
berbentuk usaha skala kecil dan menengah (UKM). Namun secara jumlah
omset dan aset, apabila keseluruhan omset dan aset UKM di Indonesia
digabungkan, belum tentu jumlahnya dapat menyaingi satu perusahaan
berskala nasional.[5]
Data-data tersebut menunjukkan bahwa UKM
berada di sebagian besar sektor usaha yang ada di Indonesia. Apabila
mau dicermati lebih jauh, pengembangan sektor swasta, khususnya UKM,
perlu untuk dilakukan mengingat sektor ini memiliki potensi untuk
menjaga kestabilan perekonomian, peningkatan tenaga kerja, meningkatkan
PDB, mengembangkan dunia usaha, dan penambahan APBN dan APBD melalui
perpajakan.[6]
Pengembangan Sektor UKM
Pengembangan terhadap sektor swasta
merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM
memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga
merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha
besar berawal dari UKM.[7] Usaha kecil menengah (UKM) harus terus
ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan
perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung
perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang.[8]
Satu hal yang perlu diingat dalam
pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan
langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung
jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan,
dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain
Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting
terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi
pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi,
terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor
baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita
kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki
kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali
menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi yang selama ini
kerap menjadi pembicaraan di seminar atau konferensi.[9] Secara
keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi
kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses
pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan
pengembangan usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan
kompetisi.[10]
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu
lingkungan yang kompleks dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM
tidak banyak berarti bila tidak mempertimbangkan pembangunan (khususnya
ekonomi) lebih luas.[11] Konsep pembangunan yang dilaksanakan akan
membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM) sehingga upaya
pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan
harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan
secara berkesinambungan.[12] Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi
terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.[13]
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah
baru tahun 2020.[14] Tahun 2020 adalah masa yang menjanjikan begitu
banyak peluang karena di tahun tersebut akan terwujud apa yang
dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang dalam Bali Concord II.
Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran produk-produk barang dan
jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan terwujud. Kondisi ini
membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi positif apabila
produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari
negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila
sebaliknya. Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program
yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM
sebagai program nasional.
Permasalahan yang Dihadapi UKM
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain meliputi:[15]
A. Faktor Internal
1. Kurangnya Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang
diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan
UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha
perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan
modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal
pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh karena
persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak
dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan terbesar bagi UKM
adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua UKM memiliki
harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
Terkait dengan hal ini, UKM juga
menjumpai kesulitan dalam hal akses terhadap sumber pembiayaan. Selama
ini yang cukup familiar dengan mereka adalah mekanisme pembiayaan yang
disediakan oleh bank dimana disyaratkan adanya agunan. Terhadap akses
pembiayaan lainnya seperti investasi, sebagian besar dari mereka belum
memiliki akses untuk itu. Dari sisi investasi sendiri, masih terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila memang gerbang investasi
hendak dibuka untuk UKM, antara lain kebijakan, jangka waktu, pajak,
peraturan, perlakuan, hak atas tanah, infrastruktur, dan iklim
usaha.[16]
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara
tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun.
Keterbatasan kualitas SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal
maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap
manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk
berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan kualitas
SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan
teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.
1. Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan
unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan
kemampuan penetrasi pasar yang rendah, ditambah lagi produk yang
dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan
yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau
internasional dan promosi yang baik.
2. Mentalitas Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula
terlupakan dalam setiap pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat
entrepreneurship para pengusaha UKM itu sendiri.[17] Semangat yang
dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi, ulet tanpa
menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko.[18]
Suasana pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali
memiliki andil juga dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja
UKM di daerah berjalan dengan santai dan kurang aktif sehingga
seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan yang ada.
3. Kurangnya Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi
awal pembangun UKM tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak
informasi dan jaringan yang disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada
pihak yang selanjutnya menjalankan usaha tersebut sehingga hal ini
menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus dalam mengembangkan
usahanya.
B. Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) dari tahun ke tahun selalu dimonitor dan dievaluasi
perkembangannya dalam hal kontribusinya terhadap penciptaan produk
domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja, ekspor dan perkembangan
pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil dan menengah
melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi).[19] Keseluruhan
indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan
kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan
pelaksanaan kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.[20]
Kebijaksanaan Pemerintah untuk
menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus
disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini
terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat
antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha
besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM
adalah mendapatkan perijinan untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan
yang seringkali terdengar mengenai banyaknya prosedur yang harus diikuti
dengan biaya yang tidak murah, ditambah lagi dengan jangka waktu yang
lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan kebijakan perekonomian
Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil seperti UKM tetapi
lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan
prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang
mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, tak
jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk menjalankan usahanya
yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat yang ada kurang
strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih
dikenal dengan pungutan liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM
karena menambah pengeluaran yang tidak sedikit. Hal ini tidak hanya
terjadi sekali namun dapat berulang kali secara periodik, misalnya
setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU
No. 32 Tahun 2004, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur
dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai
implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa
pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika kondisi ini tidak
segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM. Disamping itu,
semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang
kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya
di daerah tersebut.
5. Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang
mulai berlaku Tahun 2003 dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap
usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam
hal ini, mau tidak mau UKM dituntut untuk melakukan proses produksi
dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang
sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu
kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu Hak Asasi
Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara
tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for
Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik
secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil
memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk dan
kerajinan-kerajian dengan ketahanan yang pendek. Dengan kata lain,
produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah rusak dan tidak tahan
lama.
7. Terbatasnya Akses Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan
produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di
pasar nasional maupun internasional.
8. Terbatasnya Akses Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga
menemui kesulitan dalam hal akses terhadap informasi. Minimnya informasi
yang diketahui oleh UKM, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap
kompetisi dari produk ataupun jasa dari unit usaha UKM dengan produk
lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah tidak mampunya produk
dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar ekspor. Namun, di
sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial untuk
bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun
akses terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar
domestik.
Langkah yang Sudah Ditempuh
Sesungguhnya pemerintah telah banyak
mengeluarkan kebijakan untuk pemberdayaan UKM, terutama lewat kredit
bersubsidi dan bantuan teknis. Kredit program untuk pengembangan UKM
bahkan dilakukan sejak 1974. Kredit program pertama UKM, Kredit
Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), yang
menyediakan kredit investasi dan modal kerja permanen, dengan masa
pelunasan hingga 10 tahun, dan suku bunga bersubsidi.[21]
Setelah deregulasi perbankan pada 1988,
kredit UKM dengan bunga bersubsidi secara berangsur dihentikan, diganti
dengan kredit bank komersial. Selain itu, donor internasional juga
menyusun kredit program investasi bagi UKM dalam mata uang rupiah.
Antara 1990 dan 2000, Bank Indonesia mendanai berbagai kredit program
dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), yang dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan
Rumah Sederhana/Sangat Sederhana (KPRS/SS), dan Kredit Usaha Kecil dan
Mikro yang disalurkan melalui koperasi dan bank perkreditan rakyat.[22]
Selain itu, NPWP sebagai prasyarat pengajuan kredit di Perbankan juga
telah dihapuskan, dimana hal ini memberikan peluang dan kesempatan yang
lebih besar bagi kita untuk mengakses modal dari sisi perbankan.[23]
Selain peran dari Pemerintah, dunia
akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga penelitian, juga
telah melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan
UKM. Salah satu diantaranya adalah program GTZ-RED yang diadakan atas
dukungan GOPA/Swisscontact yang telah berjalan sejak tahun 2003. Program
ini bergerak langsung ke daerah-daerah dengan menggunakan metode
enabling environment dengan fokus pada Business Climate Survey (BCS) dan
Regulatory Impact Assessment (RIA) yang dilakukan oleh Technical
Assisstance (TA). Tim TA ini dimotori oleh Center for Micro and Small
Enterprise Dynamics (CEMSED) Universitas Satya Wacana. Tim ini telah
melakukan survey, pelatihan, workshop terhadap UKM di daerah-daerah,
menciptakan jaringan dengan seluruh pihak terkait UKM termasuk
Pemerintah Daerah, serta membuat daftar Peraturan Daerah yang perlu
untuk diperbaiki.
Langkah yang Dapat Ditempuh
Dengan mencermati permasalahan yang
dihadapi oleh UKM dan langkah-langkah yang selama ini telah ditempuh,
maka kedepannya, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:[24]
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif
Pemerintah perlu mengupayakan
terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan
ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur
perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantuan Permodalan
Pemerintah perlu memperluas skema kredit
khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan bagi UKM, untuk
membantu peningkatan permodalannya, baik itu melalui sektor jasa
finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan,
leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk UKM sebaiknya
menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada maupun non bank.
Lembaga Keuangan Mikro bank antara Lain: BRI unit Desa dan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Sampai saat ini, BRI memiliki sekitar
4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari kedua LKM ini sudah
tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu
mendorong pengembangan LKM agar dapat berjalan dengan baik, karena
selama ini LKM non koperasi memilki kesulitan dalam legitimasi
operasionalnya.
3. Perlindungan Usaha
Jenis-jenis usaha tertentu, terutama
jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah,
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui
undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling
menguntungkan (win-win solution).
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling
membantu antar UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam
negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli
dalam usaha. Selain itu, juga untuk memperluas pangsa pasar dan
pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian, UKM akan
mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik
dari dalam maupun luar negeri.
5. Pelatihan
Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan
bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan
pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Selain
itu, juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di
lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan
rintisan.
6. Membentuk Lembaga Khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus
bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan
dengan upaya penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari
solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun
eksternal yang dihadapi oleh UKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat,
untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan
informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi
anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Guna lebih mempercepat proses kemitraan
antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya
mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu, perlu juga
diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya.
9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara
Perlu adanya kerjasama atau koordinasi
yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk
menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan
perkembangan usaha.
10. Mengembangkan Sarana dan Prasarana
Perlu adanya pengalokasian tempat usaha
bagi UKM di tempat-tempat yang strategis sehingga dapat menambah potensi
berkembang bagi UKM tersebut.
Sumber :
http://banking.blog.gunadarma.ac.id
http://bum-ukm.com/
By KHUMAELAH | January 12, 2011