A.
Pendahuluan
Perkawinan adalah perjanjian hidup bersama antara dua jenis
kelamin yang berlainan untuk menempuh kehidupan rumah tangga. Dari mulai
mengadakan perjanjian melalui akad, kedua pihak telah terikat dan sejak saat
itulah mereka mempunyai kewajiban dan hak-hak yang tidak meereka miliki
sebelumnya, yaitu sebelum mereka mengikatkan dirinya dengan pasangan hidupnya.
Adapun setelah hal ini terjadi, maka muncullah hak-hak dan
kewajiban antar suami istri. Dimana keduanya saling berhubungan dan saling melengkapi
antara kewajiban suami dengan hak istri, antara kewajiban istri dengan hak
suami. Yang pada akhirnya akan membawa kehidupan suami istri akan seimbang dan
menumbuhkan rasa memiliki, menghargai dan memelihara tali kekeluargaan yang
sejahtera hingga memperoleh kebahagiaan.
Dalam pembahasan ini, saya akan memaparkan mengenai hak
suami istri dan kewajiban suami istri yang keduanya saling ketergantungan dalam
kebutuhan rumah tangga.
B.
Teori Kewajiban Suami Istri
1.
Kewajiban Suami Terhadap Hak Istri
a.
Kewajiban yang bersifat materiil
Bisa
disebut kewajiban zhahir atau yang merupakan harta benda, termasuk mahar dan
nafkah.
1) Mahar adalah apabila akad perkawinan
telah terlaksana, suami diwajibkan memberikan suatu pemberian kepada istrinya.
Dasar hukumnya adalah firman Allah QS. An
4. “ Berikanlah maskawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan[267].
Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnyA”.
[267] pemberian itu ialah maskawin yang besar
kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua pihak, Karena pemberian itu harus
dilakukan dengan ikhlas.
Adapun wujud mas kawin itu bukanlah untuk menghargai atau
menilai bahkan membayar wanita, melainkan sebagai bukti bahwa calon suami
sebenarnya cinta kepada istrinya, sehingga dengan suka rela hati dia
mengorbankan hartanya untuk diserahkan kepada istrinya.
Adapun menyebutkan mahar dalam akad perkawinan adalah sunat
hukumnya. Karena Nabi sering menyebutkannya waktu melakukan akad perkawinan.
Ini dicontohkan dalam suatu hadits Nabi, ketika beliau mengawinkan putrinya
yang bernama Fatimah dengan ‘Ali. Hadirs Riwayat Abu Daud dan Nasaai. Mahar
yang disebutkan dalam akad disebut mahar musamma, dan mahar yang tidak
disebutkan dalam akad disebut mahar mitsli.
Mahar adalah merupakan hak istri, oleh karena itu tidak
seorang pun yang boleh menghalang-halangi istri mempergunakan mahar tersebut.
Mahar bisa berupa apa saja yang bernilai dan halal lagi bermanfaat. Dari segi
bentuk dibagi dua, ada berbentuk barang dan berbentuk jasa.
2) Nafkah adalah mengeluarkan atau
melepaskan, menurut ulama fiqih, nafkah adalah mengeluarkan pengongkosan
terhadap orang yang wajib dinelanjainya berupa roti, sambal, tempat tinggal
(rumah), dan apa-apa yang bersangkutan dengan itu seperti harga air, minyak,
lampu, dan lain-lain. QS. Al-Baqarah(2): 233, dan sabda Nabi Saw. Berdasarkan
hadits shahih:
“dan bagi mereka (istri-istri) atas kamu
tanggungan rezeki (nafkah) mereka dan pakaian merena dengan cara yang ma’ruf”.
Waktu wajib nafkah menurut
imam malik, bila suami menggauli istrinya. Menurut Abu Hanifah dan Syafi’i,
suami belum dewasa, wajib memberi nafkah kepada istri yang sudah dewasa, suami
dewasa tidak harus menafkahi istri yang belum dewasa. Syafi’i mempunyai dua
pendapat, pendapat pertama sama dengan imam malik, pendapat kedua, istri berhak
memperoleh mafkah betapapun juga keadaannya. Beda pendapat ini karena apakah
nafkah itu pengganti kelezatan suami atau karena istri tertahan suami,
sebagaimana halnya pada suami yang berpergian jauh atau sakit.
Besarnya nafkah memang
tidak ada batasnya, sedangkan pemberian makanan itu ada batasnya. Besar nafkah
tidak ditentukan berdasarkan ketentuan syara’, tetapi berdasarkan keadaan
masing-masing suamu istri dan ini akan berbeda berdasarkan perbedaan tempat,
waktu dan keadaan. Jumhur fuqoha berpendapat bahwa suami “wajib” memberi
pelayan istri, jika istri tersebut termasuk orang yang tidak bisa mandiri.
Pendapat lain, bahwa kebutuhan rumah tangga jadi tanggungan istri (setelah
memperoleh nafkah).
Orang yang menerima
nafkah adalah istri yang. Pengertian nafkah sebagai suatu imbangan kenikmatan
(yang diperoleh suami), menghendaki tidak adanya nafkah bagi istri yang membangkang.
Adapun orang yang wajib membayar nafkah adalah suami yang merdeka dan berada di
tempat.
3) Adapun pembagian waktu, hal ini
berlaku apabila suami yang mempunyai istri lebih dari satu. Dimana seorang
suami harus bisa perlakukan adil dalam hal waktu terhadap hak istri-istrinya.
b.
Kewajiban yang bersifat immateriil
Bisa
disebut kewajiban bathin seorang suami terhadap istri, yaitu:
1) Memimpin istri dan anak-anaknya.
Dalam an-Nisa(4):34
34. “Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara
(mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah
mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”.
[289] Maksudnya: tidak berlaku curang serta
memelihara rahasia dan harta suaminya.
[290]
Maksudnya: Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya
dengan baik.
[291] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami
isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin
suaminya.
[292] Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada
isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat,
bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila
tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang
tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah
dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Tugas pimpinan rumah tangga
menyangkut segala aspek kehidupan keluarga. Seperti layaknya pemimpin,
laki-laki wajib mengawasi, melindungi, mendidik, serta mengajari hal-hal yang
tidak diketahui istri atau anak-anaknya, terutama dalam hal masalah agama.
2) Bergaul dengan Istrinya dengan cara
Baik. Dalam QS. An-Nisa(4):19
19. “Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan
paksa[278] dan janganlah kamu menyusahkan mereka Karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila
mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak”.
[278] ayat Ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan
wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. menurut adat sebahagian Arab
Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang tertua atau
anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini
sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris
atau tidak dibolehkan kawin lagi.
[279] Maksudnya: berzina atau membangkang perintah.
Bergaul disini bisa
dikatakan bahwa suami wajib bersenggama dengan istrinya seperti QS.
Al-Baqarah(2):223 yang artinya: “Istr-istrimu
adalah(seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat
bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki....”. kemudian brgaul
bisa dikatakan bahwa suami wajib menjaga dan memelihara istrinya. Seperti pada
QS. At-Tahriim:6 yang artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka....”.
3) Suami harus menyimpan rahasia rumah
tangga, terutama sekali rahasia kamarnya. Dan suami harus tahu masalah haidh
dan nifas istri, karena disaat istri mengalami hal tersebut, maka dibutuhkan
pengertiannya dari sang suami.
2.
Kewajiban Istri Terhadap Hak Suami
Agama islam
memberikan peraturan-peraturan tentang kewajiban suami, begitu juga istri harus
melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap suaminya, dan ini merupakan hak bagi
suami. Kewajiban-kewajiban istri terhadap suami tidak ada yang berupa materi.
Diantaranya :
a. Istri harus patuh kepada suaminya.
Dalam
QS. An-Nisa: 34 : bahwa “Istri-istri yang shaleh ialah yang taat(kepada Allah) lagi memelihara
diri (dari berlaku curang) dibalik pembelakangan suaminya. Oleh karena itu
Allah telah memeliharanya....”. dan dalam hadits Nabi Muhammad saw. “wanita yang lebih baik adalah yang
menggembirakan apanila di pandang, dan patuh bila disuruh, dan tidak menyalahi
pada dirinya dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya”.
b. Harus mematuhi hasrat seksuil suami.
c. Harus jujur memelihara amanah suami.
d. Harus memelihara hubungan baik
dengan keluarga suami dan karib kerabat suaminya. Ketentuan ini adalah
penjabaran dari QS. An-Nisa:36, yaitu
“dan berbuat baiklah kepada Ibu, Bapak, dan kepada karib kerabat...”
e. Harus sopan santun kepada suaminya.
f. Harus bertanggung jawab mengurus dan
mengatur rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
g. Istri harus gembira.
h. Istri harus menyusui dan
melaksanakan urusan-urusan rumah tangga, bila istri di talak, maka tidak ada
kewajiban, kecuali jika anak (bayi) hanya dapat menerima air susunya saja.
Dalam hal ini istri juga harus mengurus dan memelihara anaknya.
3.
Hak Dan Kewajiban Menurut Undang-
Undang
Salah satu
prinsip yang dianut undang-undang No. 1 tahun 1974 adalah prinsip memperbaiki
derajat kaum wanita. Yang mengemukakan pengamatan sejarah kemanusiaan, yaitu
pelecehan terhadap harkat kewanitaan. Hal-hal negatif itulah yang hendak
dihilangkan melalui undang-undang perkawinan. Pria maupun wanita memiliki hak
dan kewajiban yang sama melalui pasal-pasal dalam undang-undang ini.
a. Kemungkinan dibuatnya perjanjian
perkawinan dengan isi yang dikompomikan berdua secara musyawarah, seperti
dijelaskan dalam BAB V, perjanjian perkawinan pasal 1, 2, 3. Selama perkawinan
itu berlangsung, perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari
kedua pihak ada persetujuan untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak
ketiga.
b. Kesamaan hak dan kewajiban, yaitu
bahwa pria maupun wanita sama mempunyai hak dan kewajiban yang implememntasinya
sesuai kodrat masing-masing. Ini dijabarkan melalui pasal-pasal di dalam
perundang-undangan BAB V, Hak dan Kewajiban Suami Istri pada pasal 30 sampai
pasal 34 dan pasal 41 huruf b dan c.
c. Dalam KHI, masalah hak dan kewajiban
suami istri, dijelaskan dalam bab XII tentang hak dan kewajiban suami istri,
terdiri dari pasal 77 dan 78 (secara umum). Kedudukan suami istri pasal 79
dengan 3 ayat. Kewajiban suami pasal 80 dengan 7 ayat. Tenatang kediaman, pasal
81 dengan 4 ayat. Kewajiban suami yang beristri lebih dari seorang, pasal 82
dengan 2 ayat. Kewajiban istri pada pasal 83 dengan 2 ayat dan 84 dengan 4
ayat.
d. Adapun tentang harta kekayaan, bila
terjadi perceraian diatur dalam bab XII tentang harta kekayaan dalam
perkawinan, terdiri dari 13 ayat, dari pasal 85 sampai pasal 97.
Dalam pasal
33 UU Perkawinan menegaskan,.”suami Istri wajib saling mencintai, menghormati,
setia dan member bantuan lahir batinyang satu pada yang lain”.[1]
C.
Hubungan Dengan Mata Kuliah Analisa
Kebijakan
Hak dan
kewajiban suami istri merupakan aturan yang telah dibuat dan ada baik itu dari
pemerintah maupun dari agama islam. Kalau di agama islam sudah jelas bahwa
istri merupakan pengurus rumah tangga baik itu suami maupun anak – anak
nantinya.
Namun dibandingkan
dengan hukum dan kebijakan dari Negara dan undang undang, tidak ada
mengkhususkan hal tersebut, oleh karna itu Saya tertaring menghubungkan Hak dan
Kewajiban Suami Istri dengan mata kuliah analisa kebijakan.
Kita lihat
bersama bahwa di Negara Indonesia sekarang ini banyak wanita – wanita yang di
istilahkan dengan wanita karir, ketika kita mendengar tentang istilah tersebut
tentu kita akan mengatakan bahwa wanita karir adalah wanita yang bekerja.
Sebenarnya
tidak ada masalah dari profesi tersebut, namun dalam kenyataanya dan hampir
sebagian besar wanita karir merupakan wanita yang sudah berstartus istri
artinya kebanyakan dari mereka seringkali meninggalkan kewajiban mereka sebagai
seorang istri.
Yang
hebatnya lagi adalah dengan adanya penyetaraan hak dan kewajiban laki – laki
dan perempuan di Negara Indonesia, maka hak dan kewajiban istri yang sebenarnya
atau yang kodratnya sering kali tersamarkan dengan profesi yang mereka jabat.
Ketipangan
seperti ini mengakibatkan sering kali hak istri lebih dominan ketimbang hak
suami, sampai – sampai ada juga yang terbailik antara hak dan kewajiban suami
dan istri.
Yang
seharusnya suami dan istri menjalankan kewajibannya masing – masing yang telah
diatur oleh agama dan hukum Negara, apabila keduanya melalaikan kewajiban, maka
masing – masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.[2]
Aturan dan
kebijakan ini, seharusnya dapat dikoreksi kembali mengingat hai ini merupakan
sesuatu yang berdampak cukup besar bagi umat islam khususnya dan rakyat pada
umumya.
D.
Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kewajiban seorang suami terhadap istri berbanding lurus
dengan hak istri. Dan kewajiban istri juga menghasilkan hak yang diperoleh
suami. Bila dilihat, kewajiban istri terhadap suami lebih banyak dibandingkan
dengan hak istri terhadap suami. Namun, hal itu tidak menjadikan suami terus
meminta haknya terhadap istri, malah justru suami harus bisa menghargai istri.
Istri yang menjaga suami, suami pun
juga harus menjaga istri, selaku pemimpin keluarga. Dimana keluarga adalah inti
terkecil dari interaksi sosial, dan merupakan organisasi pertama serta mendasar
dalam membangun bangsa yang sejahtera, aman serta tentram.
Selain itu, untuk menjadi wanita yang
baik terhadap suaminya sangat tidak mudah, dan suami pun harus bisa mengurus
istrinya berperilaku shalehah. Oleh karenanya, suami harus membimbing istrinya
terutama dalam hal agama. Karena sebaik-baiknya istri, adalah istri yang
shalehah.
DAFTAR
PUSTAKA
Al - Qur’anul Kariim
Drs. Ahmad Rofiq, MA. Hukum Islam
di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Undang-undang No 1 tahun 1974
Tidak ada komentar:
Posting Komentar